Seperti Inikah Kita...?

Pernah kita merasa bersalah?
Merasa kalah?
Merasa terpojok?
Atau bahkan merasa menang?
Merasa benar?

Saya yakin pasti pernah kan?!
Lalu, ketika kita merasakan itu semua, apa yang kita lakukan? Atau lebih tepatnya, apa yang kita katakan?

Kalau kita salah, “aku kaya gini juga gara-gara kamu/dia” atau “tadi aku telat karena nungguin dia dandan tuh.”
Kalau kita kalah, “ah aku kan sengaja kalah biar kamu ngerasain menang”. atau “coba aja kalo dia ga gangguin aku, aku pasti sudah menang.” atau “ menang udah biasa, sekali-kali kalah gapapa deh.”

Kalau merasa terpojok, “aku ga terima kalau begini, dia juga sama posisinya sama aku”
Ketika menang, “liat kan, aku emang jago, bagiku mah itu mudah, bisa kan aku?”
Merasa benar, “tu kan benar, apa kubilang” atau “pokoknya aku maunya bla bla bla”

Adakah salah satu contoh di atas pernah kita ucapkan?

Sering? Jarang? Atau bahkan setiap kali merasakan kondisi itu kita selalu mengucapkan kata-kata itu?

Ah manusia…unik sekali kita. Mentang-mentang kita adalah makhluk-Nya yang paling sempurna, kita berhak sombong di bumi?

Sebenarnya apa sih yang kita dapatkan setelah mengucapkan kata-kata itu?
Mungkin habis kita mengucapkan, kesalahan kita menjadi berkurang sekian persen, ya setidaknya ga salah-salah banget di depan orang lain, atau kita ingin menunjukan ke orang-orang kalau pemikiran kita begitu dewasa dan hebat, makanya sedikit “memaksa” orang lain untuk setuju boleh kali ya…^^ eh, begitukah?

Tulisan ini hanya ingin mengajak kita refleksi kembali diri kita, introspeksi diri. Sudahkah kita menjadi sebaik-baik manusia, yang pemikirannya adalah solusi untuk masalah orang lain, tingkah lakunya menunjukan mulianya akhlak, ucapannya adalah inspirasi untuk orang yang mendengarnya, bahkan diamnya adalah pelajaran bagi orang yang melihatnya?

Atau,
kita sibuk memaksakan orang lain untuk mengikuti pemikiran kita, yang terkadang masih banyak dibumbui ego diri, berucap yang terkadang menyakiti hati saudara kita, parahnya, kadang kita tidak sadar akan hal itu, diamnya kita juga bukan di-isi dengan mengingat-Nya, tapi malah menggunjing saudara kita sendiri dalam hati, sibuk mencari alasan ketika kita bersalah, terpojok, atau juga sibuk mencari kata untuk mengusung bahwa diri kita hebat?

Jawab dengan hati dan segera berbenah diri..:)
“Dan aku takut memberi keputusan tanpa ilmu dan bicara tanpa belas kasih” (Abu hurairah)

Jika Anda menang, tak usah berkomentar…
Pun, jika Anda kalah, tak usah beralasan…
(Adolf Hittler)


With Love,
Farinda. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANTARA CINTA, SAHABAT, dan KAMUFLASE KEHIDUPAN...

at the End of September Harmony

Manusia Millenia