Istiqomah ...


IS-TI-QO-MAH,
Istiqomah tidaklah mudah. Mungkin kita harus melawan hasrat hati yang lebih ingin berhenti dibandingkan melanjutkan perjuangan. Kita harus berkali-kali meneguhkan prinsip yang tak kasat mata itu, memegang erat bak benda nyata, bukan fatamorgana, menempatkannya ke dalam hati. Banyak pejuang prinsip yang gagal memegang prinsip dia sendiri. Atau boleh saya sebut dia tidak lagi istiqomah.

Pernahkah kau menemui sebuah kondisi dimana kau hampir saja melepas prinsipmu dan mulai pergi meninggalkan lahan perjuangan? Apapun, dalam konteks apapun. Lalu, entah bagaimana alam dan Tuhan berkonspirasi, sampai sekarang kau masih saja berada dalam perjuangan itu, bahkan kau menjadi lebih kuat dari sebelumnya, semakin mengerti dan bersemangat dalam perjuangan. Pernahkah?


Jika kita pernah menemui kondisi seperti itu, menjadi kuat setelah hampir terlepas, tetap berdiri walau yang lain mulai terjatuh, tidakkah kau curiga, mungkin saja Dia sungguh sayang kepadamu, ingin terus merengkuhmu dalam perjuangan dijalan-Nya, ingin terus melibatkanmu dalam setiap nafas surga-Nya? Ya…mungkin saja kau memang telah dipilih oleh-Nya untuk terus bertahan, seberat apapun kondisinya.


Kalau saja saya boleh mem-visualisasi-kan istiqomah itu, mungkin dia seperti gunung Everest, gunung tertinggi di dunia, yang kokoh meski salju terus saja menyelimutinya, banyak diincar pendaki dari seluruh dunia, tapi tidak semua pendaki bisa menuju ke sana.


Kalau saya boleh (lagi)  mem-visualisasi-kan nikmat istiqomah itu, mungkin ketika kita berada di ujung kematian, nyaris berpisah dengan ladang amal di dunia, tapi Dia memberi kita kesempatan kembali untuk menambah bekal di dunia, setelah itu kita mungkin akan lebih menghargai hidup.


Ah…saya sungguh bersyukur dengan apa yang terjadi dalam kehidupan saya sekarang. Dia tetap menopangku untuk berdiri ketika teman-teman seperjuangan dulu lebih memilih untuk duduk, Dia terus saja menggandengku ke jalan-Nya meski banyak yang memilih untuk melepas gandengan itu, Dia mencegahku untuk mengingkari diri sendiri ketika banyak yang memilih untuk mengkhianati diri sendiri, dan Dia… Dia sungguh mencintaiku dengan terus menguatkanku menuju surga-Nya.


“aku memang bukan pejuang terbaik. aku bukan petarung terbaik. tapi aku berusaha menjadi penjaga prinsip terbaik.”

With Love
Farinda. :) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANTARA CINTA, SAHABAT, dan KAMUFLASE KEHIDUPAN...

at the End of September Harmony

Manusia Millenia