at the End of September Harmony
Seberkas renungan-ku,
On Tuesdays.
Hari ini aku belajar banyak hal, merenungi banyak kejadian,
dan menyadari akan sesuatu hal.
Iya…hari ini sungguh otak dan hatiku
bersinergi untuk bermuhasabah ria-Itu bagus-karena bagiku, semua detail
kehidupan kita adalah pelajaran, kalau kita mau belajar dan melapangkan
pikiran.
Hal pertama yang aku sadari hari ini, bahwa bahagia itu
sungguh sangat sederhana. Cukup tertawa bersama sahabat, menertawakan
kekonyolan masing-masing, dan menonton video absurd yang mengundang gelak tawa.
Itu bahagia. Bahkan ketika tawa kami sampai membuat petugas perpustakaan Fakultas Hudaya menegur
kami, tapi kami tetap bahagia.
Dan aku sungguh bersyukur. Aku dipertemukan
dengan sahabat yang setia dan selalu membuatku bahagia. Itu bahagiaku hari ini.
Hal kedua, terinspirasi dari blog seorang penulis cerdas,
berkarakter, dan inspiratif. Dia dee alias Dewi Lestari. Sejak membaca serial
supernova-nya, aku jatuh cinta dengannya. Gaya menulisnya, luasnya wawasan,
dalamnya pemikiran, itu membuatku mengaguminya. Dan lagi, ketika
aku membaca blognya, ada postingan yang diambil dari buku anak-anak yang inti dari postingan itu, aku tersadar akan sesuatu hal, “kadang kita meminta orang
lain untuk berubah sesuai yang kita inginkan. Menaruh harapan tinggi kepada
orang lain. Tapi kita tak sadar, kadang permintaan kita malah menyengsarakan
orang lain. Kita lupa diri, yang seharusnya dirubah adalah diri kita, bukan?”
Aku pikir quote itu ada benarnya, kenapa kita susah-susah untuk memaksa orang lain berubah, sedang kita sendiri
masih saja seperti ini. Mereka-yang kita paksa berubah-juga mempunyai masa
sendiri dimana dia akan tersadar dengan perubahan sikapnya, masalahnya hanya
waktu, yang kita lakukan sekarang cukuplah merubah diri kita lebih baik dan
cobalah untuk memahami hati dari dua sisi yang berbeda.
Renungan ketiga, betapa sedihnya ketika kita atau orang lain
yang ingin menumpahkan cerita, tapi tidak disediakan telinga dan hati yang on.
Kadang wanita hanya ingin didengar, tak perlu memberikan solusi, cukup
didengar, itu sudah cukup. Hari ini aku belajar tentang itu.
Iya, bagaimana kita
tetap menjadi pendengar yang baik dan tak fokus lagi dengan pikiran-pikiran
kita. Ironisnya, aku baru saja mengambil pelajaran dari seseorang yang dia aku
anggap saudara. Bukan karena persamaan minat atau hobi kita dipertemukan, bukan
karena kecocokan hati kita dipautkan, atau karena sering pergi bersama kita
akhirnya bersama, lebih dari itu, sampai saat ini hati kita masih dipautkan
oleh-Nya. Aku sangat menjauhi perasangka buruk, sebaliknya aku akan terus ber-perasangka baik terhadapnya, terhadap siapapun.
Mungkin dia memang sedang banyak pikiran. Jadi tak sempat untuk
mendengarkan ceritaku. Atau mungkin saja ceritaku kurang menarik baginya,
monoton…sekali lagi, aku mencoba untuk melihatnya dari 2 sisi yang berbeda…
Tapi di luar itu semua, aku benar-benar bersyukur untuk hari
ini. Aku jadi teringat pepatahnya Buya Hamka, yang mengatakan “kalau hidup
sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera
juga bekerja,” rasanya sungguh rugi ketika satu hari yang kita lalui ini tak
ada pelajaran hidup yang bisa kita ambil, tak ada proses pendewasaan diri yang
bisa kita lalui.
Na’udzubillahi min ghairu dzalik. Semoga kita selalu menjadi pribadi pembelajar seumur hidup.
With Love
Farinda. :)
Komentar
Posting Komentar