Suatu
pagi di sebuah kota metropolitan, sang ayah-yang telah banyak makan
garam-seorang sufi terkenal di dunianya, menasihati seorang putri tercintanya,
terekam nasihat si abah (panggilan kesayangan sejak belia) yang
selalu terngiang di benak sang putri hingga beranjak dewasa,
"Nduk, semakin kamu membenci seseorang, semakin sengit pula kamu menunjukkan rasa tidak senang, maka semakin terlihat bahwa peringkat kalian tidak jauh berbeda: sama jeleknya. Segala buruk sangka dan ikhtiar untuk membalas kesumat akan menjatuhkanmu pada level yang sama hinanya dengan dia. Jika kamu benar-benar benci dan tidak suka, diamlah. Dan kalau kau punya ketegaran jiwa, maafkanlah. Memaafkan tak harus berarti membebaskan dia dari dosa-dosanyanya, membuang iblis dari pikiranmu, itulah tujuan yang lebih utama. Semoga Alloh menganugerahimu keluhuran ikhlas dan keluasan ruang memaafkan untuk siapapun orang yang telah memporak porandakan hati dan pikiran baikmu."
Barakallohu Abi kullu 'aam bikhoir wa mumtaz bi musyafaqatul qalb wa fikr,
Uhibbuka
Fillah,
Banatuka,
Farinda.
:)
Komentar
Posting Komentar